Sabtu, 20 Juni 2009

PERKEMBANGAN ILMU FALAK DALAM ISLAM

Pelaksanaan syariat islam yang tidak dapat dipisahkan dengan konteks ruang, arah dan waktu telah memberikan motivasi yang sangat kuat terhadap dasar-dasar perkembangan ilmu astronomi atau falak. Sejarah ilmu falak dalam islam memang sudah ada pada zaman Rasulullah SAW, meskipun pada zaman Rasulullah ilmu falak belum terkenal dan belum memiliki bobot ilmiah yang tinggi, juga belum mashur di kalangan umat islam sendiri sebagai mana terekam dalam hadis Nabi Muhammad SAW. “inna ummatun ummiyatun la maktubu wala nashibu”.
Sehinngga masalah ilmu falak pada zaman itu sudah ada walaupun belum mashur dikalangan umat islam sendiri. Penelaahan ilmu falak pada masa ini baru nampak dari penetapan hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah sebagai pondasi dasar penetapan kalender Hijriyah yang dilakukan oleh Khalfah Umar bin Khattab, tepatnya pada tahun ke-17 . Dengan berbagai pertimbangan akhirnya bulan Muharram ditetapkan sebagai awal tahun Hijriyah.
Baru pada abad III Hijriyah, yaitu pada kejayaan daulah abbasiyah, perkembangan ilmu falak mengalami kemajuan yang sangat berarti, yang ditandai dengan proses penerjemahan karya-karya di bidang astronomi ke dalam bahasa Arab. Pada tahun 773 M, ada seorang pengembara India yang menyerahkan sebuah buku data Astronomi yang berjudul Sindhin (sidhanta)kepada kerajaan islam di Bagdad. Kemudian oleh kholifah Abu Ja’far al-Manshur (719-775). Memerintahkan Muhammad Ibnu Ibrahim al-Farizi ( w. 796 M ). Untu menerjemahkan buku-buku tersebut ke dalam bahasa Arab. Atas usaha inilah al-Fazari diknal sebagai ahli falak pertama di dunia islam.
Kegiatan penerjemahan karya-karya astronomi terus berkelanjutan, termasuk karya-karya dari bangsa Yunani, dan sebagian besar karya bangsa Yunani yang sangat mempengaruhi perkembangan ilmu falak di kalangan umat islam adalah the sphere in the movement ( al-kurrah al-Mutaharrikah ), karya Antolycus,Ascentions of the signs ( mathali’ al-Buruj ) karya Aratus, Introduction of Astronomy ( al Madhkhal ila Ilmi Falak ), karya Hipparchus, dan Almagesty karya Ptolomeus.
Kitab-kitab itu bukan hanya sekedar diterjemahkan akan tetapi di tindak lanjuti lebih dalam lagi dengan berbagai penelitian-penelitian yang baru serta berkelanjutan sehingga memperoleh teori-teori yang baru. Dari sini juga muncul tokoh falak di kalangan umat islam yang Cukup berpengaruh, yaitu Abu Ja’far bin Musa al-Khawarizmi (780-847 M). sebagai ketua observatorium al-Makmun, dengan mempelajari karya al-Fazari (sidhanta), dia behasil sebagai orang pertama yang mengolah sistem penomoran india menjadi dasar oprasiaonal ilmu Hisab (perhitungan).

Disamping penemuan tersebut dia juga menelurkan teori-teori yang monumentalm antaara lain :
1. Penemuan anka 0 (nol) India, maka terciptalah pecahan desimal sebagai kunci terpenting dalam perkembangan ilmu Hisab.
2. Penyusunan pertama tabel Trigonometri Daftar Logaritma yang masih berkembang sampai sekarang.
3. Penemuan kemiringan zodiak ( ekliptika ) sebeasar 23,5 derajat atas ekuator.
Sehingga pada masa itu al-Khawarizmi menjadi tokoh yang terkenal dan penting sebagai pelopor pengembangan astronomi.
Memang pada masa Khalifah al-Makmun, ilmu falak mengalami perkembangan yang sangat pesat , yaitu sejak al-Makmun mendirikan observatorium di Sinyar dan Junde Shahfur Bagdad, dengan meninggalkan teori yang digunakan oleh yunani kuno dan membuat teori sendiri dalam menghitung kulminasi matahari, juga menghasilkan data-data yang berpedoman pada buku shindhind yang disebut “Tabel of Makmun” dan oleh orang Eropa dikenal dengan “Astronomos” atau “ Astronomy” \

Tokoh-tokoh Atronomi pada masa kejayaan islam
Abu Ma’sar al-Falaky (788-885 M)
Abu Ma’sar adalah seorang ahli astrologi ( ilmu pendukung ilmu astronomi ) yang berasal dari Balkh di Khurasan dan tinggal di Bagdad. Dia merupakan seorang tokoh otoritatif yang sering dikutip pada abad pertengahan dengan sebutan al-Bumasar. Selain keyakinan fanatisnya akan pengaruh benda langit terhadap kelahiran, kejadian dalam hidup dan kematian, Abu Ma’sar juga memperkenalkan ke Eropa hukum pasang surut air laut yang ia jelaskan dalam kaitannya dengan timbul tenggelamnya bulan.

Al-Battani (858-929).
Yang dikenal di dunia Barat dengan nama Albetinius. Dia melakukan penelitian di observatorium Al-Raqqah, di hulu sungai al-Furat di Bagdad. Sejumlah karya tentang astronomi terlahir dari buah pikirnya. Salah satu karyanya yang paling populer adalah al-Zij al-Sabi. Dan di antara karya al-Battani adalah membuat perbaikan-perbaikan serta tambahan terhadap buku syintasis karya ptolomeus. Kitab itu sangat bernilai dan dijadikan rujukan para ahli astronomi Barat selama beberapa abad, selepas Al-Battani meninggal dunia. Ia berhasil menentukan perkiraan awal bulan baru, perkiraan panjang matahari, dan mengoreksi hasil kerja Ptolemeus mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu. Al-Battani juga mengembangkan metode untuk menghitung gerakan dan orbit planet-planet. Ia memiliki peran yang utama dalam merenovasi astronomi modern Yang berkembang kemudian di Eropa
.
Al-Sufi (903-986 M)
Orang Barat menyebutnya Azophi. Nama lengkapnya adalah Abdur Rahman as-Sufi. Al-Sufi merupakan sarjana Islam yang mengembangkan astronomi terapan. Ia berkontribusi besar dalam menetapkan arah laluan bagi matahari, bulan, dan planet dan juga pergerakan matahari. Dalam Kitab Al-Kawakib as-Sabitah Al-Musawwar, Azhopi menetapkan ciri-ciri bintang, memperbincangkan kedudukan bintang, jarak, dan warnanya. Ia juga ada menulis mengenai astrolabe (perkakas kuno yang biasa digunakan untuk mengukur kedudukan benda langit pada bola langit) dan seribu satu cara penggunaannya.

Al-Biruni (973-1050 M)
Abu Raihan Al-Biruni bin Ahmad Biruni lahir pada tanggal 4 Oktober 973, di pinggir kota kiyat, ibu kota pemerintahan foedal khorezmi dan meninggal pada tanggal 13 Desember 1048. Dari cerita Biruni yang serba sedikit (dalam kronologi, Kanon Mas’ud dan lainnya) bias diketahui pada masa kanak-kanak dan remajanya tinggal di kota kyat, ibu kota dinasti Khorezmiyah. Dapat dilihat selanjutnybahwa situasi pada saat itu telah berperan penting dalam pembentukan pandangan sosio-politik dan pandangan dunia ilmiah biruni.
. Karya-karya Biruni member bukti, disatu pihak, tentang cendikiawan yang mandiri, di lain pihak, penguasaan literature dalam bahasa Arab, Persia secara mahir. Selanjutnya selama priode tahun 1029 – 1034 Biruni menulis buku kitab at-tafhim al-awal at-tajim (buku penjelasan dasar awal astronomi). Penting diketahui bahwa buku biruni ini untuk beberapa lama menjadi buku pelajaran astronomi di maktab dan madrasah Timur dekat. Kitab at-tafhim selain berisi tentang astronomi juga berisi bagian geometri, geografi dan aritmatika. Buku ini terbagi-bagi menjadi berikut : Astronomi (140 paragraf), Astrolabe (22), geometri (71), dan aritmatika (47), buku ini sebagian besar berisi bahan tentang astronomi.
Dan selanjutnya Biruni menciptakan satu diantara karyanya yang penting, yaitu Kanon Mas’ud. Buku tersebut sungguh merupakan monument ilmu pengetahuan astronomi abad pertengahan. Seorang ilmuan Arab terkemuka Ibnu al-Kifti dan Ibnu al-Khatam mereka menulis: “Karya Biruni benar-benar telah mengungguli berbagai karya (oleh orang lain) dalam Astronomi dan matematika”
Biruni selama hidupnya di abdikan pada ilmu pengetahuan dan menhasilkan karya ilmiah berupa buku-buku tentang astronomi, daftar karya Biruni sekitar 38 judul buku mengenai astronomi.

Ibnu Yunus (1009 M)
Sebagai bentuk pengakuan dunia astronomi terhadap kiprahnya, namanya diabadikan pada sebuah kawah di permukaan bulan. Salah satu kawah di permukaan bulan ada yang dinamakan Ibn Yunus. Ia menghabiskan masa hidupnya selama 30 tahun dari 977-1003 M untuk memperhatikan benda-benda di angkasa. Dengan menggunakan astrolabe yang besar, hingga berdiameter 1,4 meter, Ibnu Yunus telah membuat lebih dari 10 ribu catatan mengenai kedudukan matahari sepanjang tahun.



Al-Farghani
Nama lengkapnya Abu'l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani. Ia merupakan salah seorang sarjana Islam dalam bidang astronomi yang amat dikagumi. Beliau adalah merupakan salah seorang ahli astronomi pada masa Khalifah Al-Ma'mun. Dia menulis mengenai astrolabe dan menerangkan mengenai teori matematik di balik penggunaan peralatan astronomi itu.
Kitabnya yang paling populer adalah Fi Harakat Al-Samawiyah wa Jaamai Ilm al-Nujum tentang kosmologi. Semuanya telah diterjemahkan ke dalam bahsa latin oleh Yohannes Hipalamsis dari Saville dan Gerard dari Cremona pada tahun 899 H/1493 M . dengan nama “compendium” yang dipakai pegangan dalam mempelajari perbintangan oleh astronom-astronom Barat, seperti Regimonatanus.

Maslamah Abul Qosim al-Majriti (950-1007 M)
Di Andalusia telah merubah tahun persi dengan tahun hijriyah dengan meletakkan bintang-bintang sesuai dengan awal tahun Hijriyah

Abu Ali al-Hasan bin al-Haytam (965-1039)
Seorang pakar falak dari Basrah, yang dikenal dengan bukunya “kitab al-Manadhir” dan tahun 1572 diterjemahkan dengan nama “Optics” yang merupakan baru tentang refraksi ( sinar bias ).



Al-Zarqali (1029-1087 M)
Saintis Barat mengenalnya dengan panggilan Arzachel. Wajah Al-Zarqali diabadikan pada setem di Spanyol, sebagai bentuk penghargaan atas sumbangannya terhadap penciptaan astrolabe yang lebih baik. Beliau telah menciptakan jadwal Toledan dan juga merupakan seorang ahli yang menciptakan astrolabe yang lebih kompleks bernama Safiha.


Jabir Ibn Aflah (1145 M)
Sejatinya Jabir Ibn Aflah atau Geber adalah seorang ahli matematik Islam berbangsa Spanyol. Namun, Jabir pun ikut memberi warna da kontribusi dalam pengembangan ilmu astronomi. Geber, begitu orang barat menyebutnya, adalah ilmuwan pertama yang menciptakan sfera cakrawala mudah dipindahkan untuk mengukur dan menerangkan mengenai pergerakan objek langit. Salah satu karyanya yang populer adalah Kitab al-Hay'ah.

Muhammad Turghay Ulughbeik (1394-1449)
Lahir di Salatin, Iskandaria, dan pada tahun 1420 M berhasil membangun observatorium di Samarkad. Karya dan temuannya yang monumental berupa jadwal Ulughbeik (zij Sulthani), yaitu tabel astronomi tentang matahari dan bulan. Tabel yang berupa data astronomi ini banyak dijadikan rujukan pada perkembangan ilmu hisab selanjutnya, termasuk kitab yang berkembang di Indonesia Sullam al-Naiyirain juga menggunakan dari Ulughbeik . Pada tahun 1650 M, jadwal Ulughbeik ditejemahkan ke dalam bahasa inggris oleh J.Greaves dan Thyde, dan oeh Saddilet disalin dalam bahasa Prascis.

Tokoh-tokoh di atas sangatlah mempengaruhi dan memberikan kontribusi yang banyak bagi perkembangan ilmu falak atau astronomi yang positif, walaupun masih berkesan dipengaruhi oleh teori ptolomeus. Penentuan-penentuan waktu ibadah di ambil dari teori yang di hasilkan oleh tokoh-tokoh diatas sehingga sangatlah menguntungkan dan berharga serta memudahkan umat islam dalam menjalakan keseharian ibadah-ibadahnya, di samping itu juga menjadi dasar ilmu Astronomi pada masa sekarang ini sampai yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar